Halaman

0

Sepenggal Kisah Kecilku dari : Bekasi Berhujan

Di jogja sehabis berhujan.

Mata lelah terpejam dan berniat pergi terlelap.

Tapi ini Hujan.

Hujan.. membuat saya teringat.

Di suatu malam di Bekasi yg berhujan.

Di suatu malam di mana saya kebagian tidur di kasur bawah bersama sebut saja Sasa (sepupu perempuan saya, anak sulung dari Ayah Ibu saya)


*Kalau saja ada yang bingung siapakah gerangan yang saya panggil Ayah dan Ibu sedang sebelumnya saya pernah bercerita tentang sepasang Mr.Dj.Anu dan Istri. YA BENAR!! Kalian pasti bingung.


Begini biar saya jelaskan. Mr.Dj.Anu dan Istri tentu saja kedua orangtua saya, orangtua kandung, orangtua biologi, orangtua fisika, orangtua kimia yg bersenyawa bermagnet yang punya kutub U dan S jadi kalau berdekatan mau nya nempel aja heheh saya jadi ngelantur. Dan itu yang saya panggil Ayah dan Ibu sesungguhnya adalah Paman dan Bibi saya. Bibi itu adik perempuan Mr.Dj.Anu.

Iyaa tentu kenapa saya panggil Ayah dan Ibu, memang begitu adanya selain dari kecil hmm..sejak kelas 4 SD tepatnya saya ikut tinggal bersama mereka, mereka yang sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri dan mereka yang juga (insyaallah kalau saya ga GR mah..) menganggap saya seperti anak mereka sendiri selain kedua anaknya yg sekaligus menjadi sepupu saya Sasa dan Dindun sebut saja begitu.


Di suatu malam di Bekasi..

Di suatu malam di Dua belas tahun yang lalu.

Di suatu malam yg kedatangan Mbah Putri kami tercinta --yg sekarang telah tiada tetapi selalu ada.. Ini di hati kami anak-anak dan cucu-cucunya.

Menyebabkan Saya dan Sasa tidur di kasur bawah sedang Dindun menemani Mbah Uti di atas.

Di suatu malam yg saya dan Sasa --ketika itu duduk di kelas yang sama-- sedang berisik belajar Agama, disebabkan besok pagi-pagi di sekolah ada ulangan harian.

Dan itu langit yg sehari ini hujan tak kunjung mereda.

Dan itu posisi kami sedang tidur dengan buku-buku bertebaran di lantai.

Kami yg ketiduran saat belajar atau sengaja tidur saat bosan belajar heheh..

Hampir tengah malam sayup saya mendengar entah Ibu atau Ayah setengah berteriak membangunkan saya “Banjiiirr.. Sayang bangun.. Airr”,

Dan yang jelas ini Ayah yg menarik kaki saya. Saya yg sudah sejak kecil ternyata berbakat menjadi kebo pendengkur babi berguling heheh..

Ayah sudah menarik kaki saya tapi belum juga saya terbangun.

Oh Ayah ini sungguh salahmu, sebab sepulang kantor Ayah suka dan hobby mengganggu tidur siangku dengan cara seperti ini menariki kaki anak-anaknya yang sedang tidur. Jadi jangan salah kalau saya ga peduli karna saya pikir malam ini ayah pun mengajak saya bercanda heheh..

Demikian yg ada dalam benak saya sampai saya teringat buku-buku saya.

Ini mata masih terpejam sambil mencari-cari ke lantai mana di mana itu buku-buku pelajaran saya daaann.. ‘plak plakk..’ inihh kenapa tangan saya basah. Jelas saya mencari itu buku di lantai bukan di kolam.

Ayaahh banjiiirrr..”, mata saya yang tadinya segaris sekarang membulat dan melongo, kasur saya seperti kapal sekarang.

Hmm..makanya tidur kayak kebo siy.. Cepetan bangun itu air keburu naik.”, kata Ayah membuat saya melompat turun dari kasur dan membuat si Ayah menggulung itu kasur.

Ayaahh airnya keluar dari lubang kamar mandi..”, itu suara si Sasa yg tadi tidur disamping saya ternyata sudah bangun daritadi menambah ramai kehebohan malam itu.

Dimana Mbah Uti dan Dindun berada? Oh itu sudah aman. Sudah di ungsikan ke loteng atas. Sedang Ibu tentu saja pusing bukan kepalang memindah-mindah barang.

Ini jadi kali pertama pengalaman berhujan yang menyebabkan rumah saya terendam air banjir yang entah darimana itu datangnya, kalau kata Sasa semalam siy datangnya dari lubang kamar mandi dan itu berarti hiiiiii...

Itu saya dan Sasa di pagi yang mendung dan bergerimis.

Di pagi yang air sudah masuk ke rumah setinggi pinggang Ayah, sedang di luar kabarnya sudah sedada Ayah. Itu artinya saya akan tenggelam kalau main sepedaan diluar sana.

Itu saya dan Sasa sedang duduk nangkring di loteng di atas genting..

Daritadi saya dan Sasa terus ya hehe itu sebabnya si Dindun adik kami masih terlalu kecil untuk mengerti kenapa pemerintah tidak begitu peduli dengan warganya yang kebanjiran seperti ini. Karena Dindun kamu tahu mereka sedang sibuk membangun mall, apartemen dan semacamnya jadi biar saja nanti kalau sudah kehabisan tempat peresapan air bangunan-bangunan mereka juga ikut terendam banjir hehe..

Dan benar saja sebenarnya alasan yang tepat adalah ibu melarang keras adik saya turut bergerimis duduk-duduk di genting sambil makan kerupuk kemplang buah tangan Bude dari Lampung dan tentu saja sambil memandang itu suasana di luar rumah sepertinya seru sekali.


Ada anak-anak kampung lengkap dengan pelampung gedebog pisang nya berenang dan bersorak. Oh itu ada tetangga kami, teman sepermainan, teman kecil kami, teman main silat-silatan, teman manjat pohon, main benteng, main karet, main sepeda, main roller blade, dan main curang heheh.. Itu mereka menyapa kami dari bawah. Menyapa kami yang sibuk dengan kerupuk kemplang di tangan, sedang mereka sangat menikmati perjalanan wisata banjir di atas perahu karet. Dan great!! Benar saja saya dan Sasa merengek pada ibu untuk turut serta bergabung dengan mereka.


Tidak begitu sulit melarang kami karena dulu ibu gemar berkata, “Ibu marah besaaarrr..”, itu saja sudah membuat kami takut dan ciut. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak pernah lagi. Karna insyaallah kami sudah cukup dewasa mengatur mana yang baik dan tidak baik. Mana yang bisa sedikit di langgar tanpa membuat Si Ibu marah heheh..

Banjir pertama adalah salah satu dari sekian banyak kisah kecil saya.

Kisah masa kecil di bagian hidup saya turut denganmu Bu.. denganmu Yah..

Di bagian hidup saya setiap minggu pagi jadi menangis haru bercampur rindu jika mendengar suara kesayangan saya Mr.Dj.Anu dan Mrs, menelfon saya jauh dari kota kelahiran saya.

Di bagian hidup saya yang jauh dari mereka, yang tersedu rindu setiap malam tiba. Betapa saya sayang dengan mereka. Itu mereka bukan tidak mau saya ada di dekat mereka. Tapi itu mereka ingin saya belajar bagaimana hidup mandiri bagaimana hidup berbagi. Dan disini, di Bekasi yg berhujan. Saya dan kalian, Keluarga kecil yang hangat ini telah mengajarkan saya banyak pelajaran.

Termasuk sembayang sholat dan mengaji.


Bertambah dua saudara membuat saya mengerti bagaimana saya belajar berbagi. Belajar mandiri dengan mengurus keperluan pribadi. Itu saya dan Sasa kelas 4 SD sudah cuci pakaian sendiri. Ibu memperlakukan kami sama meskipun kami tidak sekandung. Itu sebab saya tidak pernah merasa iri.


Kami senang menghabiskan malam bersama.

Itu kita berempat. Saya, Sasa, Dindun dan Ayah.

Sama-sama sedang belajar. Kami bertiga di ruang belajar sedang Ayah di depan televisi (Ayah curaaanggg!! hww) . Itu Ayah lengkap dengan buku-buku kedokterannya yang

ketika itu masih melanjutkan sekolah spesialisnya,


Kami senang mengirim pesan singkat selamat tidur lewat pager --alat canggih di jamannya-- kalau Ayah sedang jaga malam di RS.

Kami senang berada ditengah keluarga yang demokratis, yang setiap mengambil keputusan selalu melibatkan kami anak-anaknya. Kami selalu riuh bersemangat kalau ibu mengadakan voting. Bahkan jika ada yang tidak setuju ibu memberi kami hak suara.

Kami senang jalan berlima berbelanja bulanan naik angkot dan saya terus yang akan di pangku karna saya tertua sekaligus terkecil badannya sekaligus tersayang heheh amiin..

Kami senang jajan gorengan walaupun si Ibu higienis tidak mengijinkan kami memakan suapan terakhir yg tersentuh tangan kami yg kotor.

Kami senang datang ke kantor pos untuk ikut perkumpulan filateli.

Kami senang kembaran baju bertiga kalau ada acara ke puncak bersama teman-teman Ayah.

Dan kami bertiga senang kalau Ayah dan Ibu senang. ^^



Ini saya tulispun karena saya senang mengenangnya.

Karena hanya kebaikan-kebaikan saja yang bisa saya kenang.

Dan sungguh, jika itu Ibu, itu Ayah, itu Sasa, dan itu dindun..

Jika sampai sekarang ada keburukan saya yang kalian kenang..

Jika saya yg ketika itu datang dengan kumel dan umbel sempat mengganggu ketenangan kalian, saya mohon maaf adanya. Dan saya sayang kaliyan begitupun adanya.

Satu hal yang sampai sekarang masih membuat saya terharu ketika mengingatnya. Setiap saya pulang ke rumah Bintara Sebelas. Dan setiap saya masuk ke kamar Ayah dan Ibu. Di dinding itu saya lihat terpasang rapi dalam frame banyak foto masa kecil Sasa dan Dindun.


Kalian tahu?? Diantara banyak foto bahkan ibu masih menyisakan satu space untuk foto kecil saya. Yang ketika itu sengaja ibu kosongkan untuk saya, tapi setiap saya pulang ke Solo saya selalu lupa meminta foto saya pada Mama. Dan itu sebabnya sampai sekarang space itu masih saja kosong. Dan entah itu ibu, itu Dindun atau itu Sasa akan bertanya jika saya memandang lama-lama foto-foto disana, “Mbak kapan foto kamu di pasang?”,

Saya tersenyum.

Dalam hati terharu.

Bahkan saya yang merasa bukan siapa, nyatanya masih menjadi bagian hidup kalian, Keluarga yang selalu saya rindukan.


Dindun--Ibu--Ayah--Sasa dan
senyum mereka yg akan selalu saya rindu ^_^

06 Januari 2010, 23:57

Di jogja sehabis berhujan..

Di jogja di malam saya sudah berpamit ke kasur tp tidak dapat tidur..

Di malam setelah sms saya kirim untuk Ayah..


Oh ini ada si Ayah ^_^

Selamat Ulangtahun Ayah.. Semoga diberi panjang umur yang berkah, banyak rizki, sehat selalu dan tambah sayang sama ibunya, sasanya, dindunnya dan akunya hhe..”,

Jelas saja tulisan ini kado Untuk Ayahku,


Untuk kedua adikku Sasa & Dindun.. kangen tidur bertigaaa.. sebab sekarang kalau pulang jadi bingung mau tidur di kamar siapa hww..



@hardrock cafe Bali Ohh lagi-lagi ke Bali tanpa saya.
hmm..next plan kita ke Bali bersama-sama OkOk? ^^

Dan Untuk Ibuku.. Ini tulisan saya Bu dan terimakasih karna telah percaya bahwa bakat menulis itu Ada..



Kenanglah dan tersenyumlah..



*Sasa trimakasi fotofotonya aku curi dr fb kmu hihihi.. ;p

0 komentar:

Back to Top