Halaman

5

dua-puluh-lima

Kepada: Kamu, suami yang selalu keren di mata dan hatiku. *uhuk*

"Makasiiih yaaa buat hari ini." sembari turun dari motor, terus berdiri di depan kost-an siap dadah-dadah ke kamu. Muka boleh capek tapi hati tetap berseri-seri, pasalnya seharian waktuku habis sama kamu hihi..

Itu kita dulu, yang kalau makan malem sebenarnya sebelum jam 9 sudah selesai. Tapi seringnya kalau sudah sampai di depan gapura belokan kost, aku sering merengek buat puter balik. Minta diajak muter-muter satu lap lagi hehe.. Biasa sih akhirnya kita duduk-duduk makan jagung bakar di depan kampus tetangga. Menyenangkan ya, malam kita selalu habis ditutup dengan manis dan sederhana. :')

Mengingat banyak hal tentang dulu bikin aku sadar, ada kebiasaan kecil yang sering aku lupa akhir-akhir ini. Mengucapkan terimakasih ke kamu.
Walaupun aku tahu kamu gak pernah minta.
Walaupun aku tahu buat kamu itu gak perlu.
Karena buat aku selain "sayang kamu" ternyata kata "terimakasih" adalah kata yang paling manis buat diucapin. Entahlah tapi kata "terimakasih" buat aku saat ini, rasanya sangat sangat mewakili hati. :'D
Dan kali ini aku juga baru sadar, rupanya sudah tiga kali aku melewatkan tanggal dua puluh limanya huhu payah. Jadi di sini, lewat tulisan ini, semoga belum terlambat ya.

Hm.. boleh kan aku bilang,

Hey kamu, Rocker-nya akuuu..
Terimakasih untuk bangun pagi, setiap harinya.
Sibuk kerja dari pagi - siang - sore bahkan sering sampai pulang larut malam.
Sibuk kerja sampai sering terlambat makan.
Sibuk kerja sampai terkadang harus menempuh kiloan meter, untuk sampai ke kota tetangga.
Sibuk kerja hingga terkadang sampai jatuh sakit.
Dan karena kerja, sampai harus jauh dari aku.
Terimakasih ya kamu, karena sekarang setiap kali aku makan, dalam hati bersyukur, "Begini rasanya dinafkahi Suami." :')

Terimakasih supeRMan untuk tanggal dua puluh limanya. Jerih payahmu satu bulan, kamu Juara Jendral! :'D

Kata terimakasihku kali ini, mungkin gak akan pernah sebanding sama apa yang kamu kerjain di sana.
Tapi semoga doa-doa yang setiap hari aku panjatkan, bisa memperingan pekerjaanmu ya, mempermudah segala urusanmu, serta memperlancar harimu. Dan semoga kamu dilimpahi rejeki yang barokah sayang. aamiin aamiin ya rabbal alaamiin. O:)

Sehat ya kamu di sana.
Lekas sembuh batuknya.
Semoga keluarga kecil ini, bisa segera cepat kembali berkumpul.

Kangen makan pizza sama kamu. Nanti aku bagi pinggiran pizzaku deh. Bukan karena aku gak suka, tapi karena aku tahu kamu suka. Baikkan aku?! blweek.. :p

Sekali lagi, terimakasih sayang.
Terimakasih untuk semua.
*peluuuuukkk uUgh..*

Dari: Aku, istri yang suka meluk kamu disembarang tempat. ;)
                                                
iloveyou! :*
Published with Blogger-droid v2.0.10
2

Rindu itu Batu

"Aku senang melipat rindu.

Satu-satu sampai rapi agar muat dalam ranselku.

Sudah ku katakan agar di dalam, mereka sabar menunggu waktu.

Biar aku beritahu sayang, bahwa mereka itu batu.

Sulit sekali mengatur rindu.

Hanya sebab mendengar deru pesawat menjemputku, mereka menendang-nendangi ranselku.

Melompat-lompat di dalam, hingga kurasa punggungku berat menggendong rindu yang hebat.

Nanti kalau kita bertemu, peluk aku. Pasti rindu cemburu, berhambur keluar dari ranselku hanya untuk memelukmu."


--dari pelipat rindu :')


29-02-2012

00:23




Published with Blogger-droid v2.0.4
2

Surat Untuk Calon Mempelaiku.

Hey kamu,

Siapapun kamu ---yang kelak ku panggil 'calon pengantin pria'ku.


Hey sayang..

Boleh aku memanggilmu 'Sayang'? Rasanya memanggilmu dengan sebutan 'calon pengantin pria'ku itu terlalu panjang.


"Kapan kalian menikah?" pertanyaan basa-basi kegemaran para kerabat, sanak saudara, kawan sejawat dan sahabat.


Kapan? Kapan? Kapan?

Apakah kamu takut sayang mendengar kata, Kapan?


Aku? Tentu aku tak pernah takut mendengarnya. Bukankah aku sudah terlalu biasa menunggu, sayang? Tenanglah stock senyumku masih banyak kalau harus ditanya, Kapan? :)


Sayang, bolehkah ku bagi ini?

Tentang ketakutanku. Baru saja aku menemukannya, yang lebih seram dari pertanyaan, Kapan?


Sayang, sebaiknya kita jangan terlalu sering bertengkar mulai hari ini sampai sebelum kita menikah nanti. Mau kah kamu mengingatkan aku untuk selalu menepikan ego ku, sayang?


Kita jangan bertengkar lagi ya, berlaku sampai (kalau) kita jadi menikah dan menua bersama nanti.


Sayang, aku hanya takut mantra "Sayang kamu" yang selalu saling kita bisikan sebelum tidur, kehilangan maknanya.


"Sayang kamu" bisikan dengan tatapan kosong dan kecupan di keningku yang terasa dingin.


"Sayang kamu" bisikan yang kehilangan makna, seperti ruang di hatiku tanpa jejak riang langkahmu.


"Sayang kamu." yang pada akhirnya hanya menjadi sebuah bisikan ritual ---yang memang harus dibisikan, bukan ingin kau bisikan.


"Sayang kamu." bisikan yang samar ku dengar berubah menjadi, "Aku bosan."


Mengerikan bukan? Aku takut sayang, takut pertengkaran-pertengkaran kita mengikis mantra "Sayang kamu" perlahan-lahan sampai habis.


Aku takut sayang, "Sayang kamu" tak seutuh makna kata itu sendiri. Bagaimana yang terdengar justru hanya "Kosong?"


Aku takut sayang, bisakah kau peluk aku sekarang? Dan berjanji kita tak akan pernah bertengkar lagi?


Oh iya, kapan kita bisa bercermin berdua sayang? Aku hanya ingin tahu senyummu, apakah sebahagia senyumku? Atau sebaliknya? Tersenyum hampa.


Sebab aku hanya ingin kita menikah, kalau senyum kita sudah sama. Sama-sama tersenyum bahagia. :)


Sayang kamu, sayang.

-calon mempelai wanitamu-


Published with Blogger-droid v2.0.4

1000 Kupu-kupu dari Botol Bir-ku

"Ricoooo..", sapaku bersorak melihat sosok laki-laki yang ku tunggu sudah berdiri di depan pintu apartemenku.


"Hai Ndhis..", sapanya hangat sambil merangkul pundakku. "Ceria banget.. Seru ya liburan di Bali nya?" sambungnya lalu menjatuhkan diri di sofa kesayanganku.


"Iya dong, tentu! Memang kamu yang mukanya kusut terus dari sebelum aku berangkat ke Bali sampai pulang lagi ke Jakarta. Huuu.. belum bisa move on ya mas?", godaku pada lelaki berkumis tipis di hadapanku ini.


"Yee sok tau.. ledek aja terus! Mana oleh-oleh buatku?", gerutunya sambil melemparkan bantal sofa kearahku.


"Hahahaha.. jelek lu.. wait yaa.", aku buru-buru masuk ke kamar mengambil oleh-oleh khusus untuknya. "Taraaaaaaa..", tak lama aku berlari heboh menuju ruang keluarga sambil memamerkan sebotol Wine.


"Yeaaahh asiiikk! Satu doang?", tanya Rico sambil senyum berbinar bangun dari posisi tidurnya.


"Yee dasar dewa mabok.. Masih ada noh di dalem, dibuka aja belum udah nanyain stock yang lain haha..", ucapku sambil menoyor pelan kepalanya.


"hihihi.. nge-bir kita!!", soraknya sambil merebut sebotol wine dari tanganku.


"Tuh obat nyeri. Baikkan aku?", ucapku menggoda.


"Nyeri apaan sih?", tanyanya belaga pilon.


"Itu postingan kamu yang terakhir 'Seribu Kupu-kupu di Kotak Surat' --mu haduuh aku yang baca aja nyeri apalagi kamu yang nulis.", ucapku sambil menepuk-nepuk pelan punggung Rico.


"Wah kamu baca?? hehehe..", ucapnya sedikit tersipu, malu.


"Gimana aku ga mau baca coba kalau link nya kamu posting di twitter?! Hih!", kataku gemas. "Move on sih..", tambahku dengan nada ringan.


"Enteng banget ngomongnya.", desis Rico pelan.


"hehehe dicoba makanya..", nasehatku sambil menyodorkan gelas bening, meminta bagian wine yang sedang dituangnya.


"iya iyaaa ini juga udah mulai mau ngelupain.", sambil meneguk wine ditangannya.


Entah sudah berapa gelas yang ia teguk aku tidak terlalu memperhatikan. Yang jelas aku sedang berhadapan dengan sesosok pria yang sedang kacau hatinya. Seakan berantakan diacak-acak kenangan. Aku mengalihkan perhatiannya, bercerita segala hal yang terjadi selama liburanku di Bali. Rico sahabatku, sosok yang selalu ada untukku dibeberapa tahun terakhir. Sosok yang selalu membantuku berdiri saat aku terjatuh. Sosok yang selalu menemani, saat aku sedang merasa sendiri di bumi.


'Ah Rico, malang sekali dia masih tenggelam di danau kenangan.' bathinku tertegun.


"Oh iya! Aku mau pamer dooong..", ucapku mengagetkan lamunannya.


"Pamer apa?", tanyanya datar.


"Tattoo..", sorakku berbinar nakal.


"Hahaha mana lihat!", tagih Rico mulai menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya. "Wuiiihh..cantiknya!", decak Rico mengagumi goresan dipunggung kiriku.


"Butterfly hihi..aku buatnya habis baca postingan kamu lho..", jelasku sambil membetulkan kerah sabrinaku.


"Ohya? hahaha dodol..keren ko! Bagus-baguss.. sayang kupu-kupunya cuma satu harusnya seribu hihi.. Aku mau juga dong di tattoo..", celotehnya mulai ngawur.


"Yee.. mending satu kupu-kupu istimewa daripada seribu kupu-kupu tapi biasa weekk.. :p Sinii aku tattoin, mau gambar apa?", aku langsung meraih spidol hitam dekat telephone. Senyum usilku menyeringai.


"Gambar aja kotak surat sama seribu kupu-kupu hahahaha..", tawanya meledak, kurasa Rico sudah setengah sadar hihi..


"iyaaa sini mau ditatto di mana?", aku meneguk segelas wine sebelum mulai melukis tubuh Rico. Rico membuka setengah baju yang dikenakannya lalu menunjuk dada kirinya. "bhahahahaha..", aku tak sanggup menahan tawa.


"Yih, kenapa ketawa?", dahi Rico mengkerut lalu memindahkan tubuhnya ke lantai, menyandarkan punggungnya ke kaki sofa yang empuk, sampai posisinya benar-benar nyaman. Aku mengikutinya duduk di lantai. Masih menahan tawa, aku membantunya melepas baju yang dikenakannya.


Aku baru mulai menggambar sebuah kotak pos di dada Rico, setelah ia mematikan rokoknya di asbak.


"Aduuuhh sakiit..", teriak Rico sambil nyengir kesakitan.


"Apaan sih? orang tattoo-in pakai spidol juga! lebay! hahaha..", tawaku sambil menoyor kepalanya.


"Hehehehe.. Gendhis..",


"Hmmmm..", jawabku sambil serius menggambar.


"Gimana dulu caranya kamu bisa move-on?"


Sejenak mataku beralih menatapnya kemudian kembali menggambari tubuhnya. "Mungkin, mencoba ga peduli..", jawabku sekenanya.


"Ndhis..", jemari Rico mengangkat daguku yang nyaris menempel di dadanya.


"Hmmp apa?", kali ini kita bertatapan lebih lama.


"Berhasil?"


"So far.. Ya, berhasil." aku menegakkan tubuhku, masih di dekatnya dan mataku masih menatapnya. "Mungkin berhasilnya juga karena ada kamu. Iya, mungkin. Kita tertawa, kita bercanda sampai ga ada jeda lagi buat aku mikirin dia yang lalu.", jelasku.


Kami terdiam sejenak. Aku melanjutkan menggambar setelah meneguk wine yang nyaris habis.


"Ndhiiss..",


"hmmmpp apa lagi?", jawabku agak kesal karena pertanyaannya konsentrasiku menggambar terganggu. Rico mengangkat pelan kembali daguku. Aku menatapnya, dia tampak lebih mirip orang sakit. Sesakit orang yang sedang ditinggalkan. Rico menegakkan tubuhnya, menyandarkan keningnya di keningku. Aku pun beku, tak bergerak.


"Ndhis, kamu mau ga nemenin aku ketawa?", tanyanya lirih. Aku hanya mengangguk pelan tak mampu berucap.


"Ndhis, aku butuh kamu ada..", Rico mengakhiri ucapannya dengan kecupan. Kecupan yang kurasa lebih hangat dari pelukannya.


'Kita sedang mabuk. Ya, pasti kita sedang mabuk..' bathinku masih tak percaya.


"Belum ada seribu kupu-kupunya.", aku mecoba melepaskan bibirku dari candu yang ku buat sendiri.


"Ga apa, ga usah dilanjutin." dia lalu memperhatikan gambar 'tattoo' buatanku sambil meringis geli.


"Oke wait! aku punya seribu kupu-kupu lain sebagai gantinya.." ucapku lalu bergegas masuk ke kamar. Rico kembali menyandarkan punggungnya dan meletakkan kepalanya di sofa


"Lihat aku punya seribu kupu-kupu di dalam botol ini.", seruku girang memamerkan sebotol wine (lagi). Terdengar suara tawa Rico terkekeh.


"Mana kupu-kupunya?", cibir Rico setelah aku duduk di sampingnya.


"Sebentar..", lalu ku kocok-kocok botol wine yang di tanganku. "Nih buka!", ku serahkan botol wine pada Rico untuk dibuka.


'Crasshhhhh..' suara desing buih alkohol berhambur ke udara. Membasahi wajahku dan wajahnya. Suara gelak tawa kita memenuhi setiap rongga udara ruang keluarga.


'Ya, pasti kita sedang mabuk.' bathinku sadar, lagi-lagi mencumbu candu yang ku buat sendiri.


Entah Bir.. atau bibir Rico yang membuatku mabuk. Seperti tak peduli, aku bahagia begini.


***


"Pagii.. Teh panas?", aku menyodorkan secangkir teh manis panas, untuk lelaki yang baru saja terbangun dari tidurnya.


"Kopi?"


"Habis."


"Bohong." gerutunya cemberut.


"Memang week.. :p Mau sampai kapan kamu mencari yang pahit? sedang yang manis sudah tersaji dihadapan.", celotehku beranjak ke pergi ke dapur.


Rico pergi mencuci wajahnya yang berantakan sisa tertawa semalam. "Manis?? maksudnya gula? maksudnya kamu? Gendhis..", guraunya mencandaiku pagi ini. (Gendhis, namaku dalam bahasa jawa berarti gula)


"Aku mabuk ya semalam??", tanyanya lalu meletakkan cangkir yang telah tandas di tempat cuci piring.


"Ya begitulah kira-kira..", jawabku datar.


"Hehehe.. maaf ya..", ucapnya terkekeh lalu beranjak memakai jaket kesayangannya.


"Mau kemana?"


"Cari udara..", jawabnya datar.


"Sendiri?"


"Sebaiknya begitu hehe..",


"Baiklah jangan balik lagi yaa..", kataku lalu berbalik memunggunginya, membenahi cangkir-cangkir yang kotor.


"Bener aku ga boleh balik?", bisiknya tepat di telingaku. Rico tengah memelukku sekarang, memelukku dari belakang. Ku kira dia lupa sudah mengecupku semalam. Ku kira dia benar-benar mabuk semalam.


"Iya, jangan kembali lagi kesini, kalau kamu belum bisa memindahkan seribu kupu-kupu dari kotak suratmu ke dalam botol birku.", ucapku bergetar.


Rico membalikkan tubuhku ke hadapannya. Tak ada jarak diantara tubuhku dengan tubuhnya. Kami berhadapan dan dia masih memelukku. Rico kembali menyentuhkan keningnya ke keningku.


"Mungkin aku sanggup memindahkan seribu kupu-kupu, tapi ternyata aku hanya butuh satu. Kupu-kupu istimewaku.", bisiknya mendaratkan satu kecup di keningku. Tak ada cermin di hadapanku, tapi cukuplah aku tahu pipiku telah panas dibuatnya. Lebih merah dari pipi tomat kurasa.


Ya, kurasa jatuh hati lebih memabukkan daripada meminum berbotol-botol bir. :')



Untuk pemilik tulisan "1000 Kupu-kupu di Kotak Surat" ~ terimakasih telah berbagi inspirasi, semoga lekas move on. :')


Yogyakarta, 07 Februari 2012, 14:35


~perempuanhujan~


Published with Blogger-droid v2.0.4

Temani Aku ke Gereja

Dear Felix Aditya,


Hei! Halo apakabar?

Bingung ya? Sama bingungnya denganku, harus memulai surat ini dari mana hihi.. Sebelumnya aku mau jelasin dulu kenapa aku tulis surat ini. Kalau kamu baca postinganku sebelum ini, kamu pasti bisa tebak alasannya. Iya! Benar aku ikut proyek #30HariMenulisSuratCinta dan tema khusus hari selasa adalaaaahh Kriiing! "Surat Cinta untuk Cinta Masa Kecilku alias cinta monyet." #jengjeng


Dan bener aja yang terlintas langsung masa TK dan SD haha pasti lucu kalau diinget-inget lagi. Gilaaa kalau diinget ternyata hampir 8 tahun ya Dit kita sekelas di TK & SD Marsudirini, sekolah Swasta Yayasan Katholik. Bosen? Pasti donk weeekk.. x))


Kalau aku mengangkat cerita masa kecil kita itu karena kamu adalah sahabat kecilku dan (mungkin) cinta monyetku #tsaahh #dijambakpacarmu #dikeplakpacarku. Kenapa kita termasuk dalam kategori cinta monyet?? Iya lah, anak kecil mana coba yang berani kirim surat ke aku?haha.. Walaupun habis itu aku juga bales hahaha.. #bukaaibsendiri x))


Inget ga waktu aku jadi Bunda Maria, ikut Sendratari untuk acara Natalan di sekolah? Kamu yang paling lantang ciye-ciyein aku sama Ramond yang jadi Yusuf tiap kali lagi latihan. Kenapa cemburu ya?haha.. Kapoook! x))


Dulu waktu SD kita kompak banget ya Dit?! padahal kata Mama waktu TK kita sering berantem. Malah mama bilang kamu pernah mau nyekik aku. Aku lupa sih tapi bayanginnya jahat aja bocah TK nyekik leher cewek temen sekelasnya. Dasar sahabat durhaka! :p


Aku seorang muslim dan Jawa. Kamu seorang katholik dan Cina.

Perbedaan yang sangat itu justru buat kita jadi menghormati satu sama lain. Inget percakapan polos ini?


Me : "Besok aku gede pengen pakai jilbab ah Dit!"

Adit: "Trus kalau udah pakai jilbab masih bisa nemenin aku ke gereja ga?"

Me: "Bisa lah! Kan kalau kamu berdoa di gereja, aku bisa nungguin kamu sambil makan bakso di sekolah."

Adit: *manggut-manggut serius*


So sweet ya hahaha percakapan di atas bikin aku jadi mikir. Seandainya orang-orang dewasa itu berpikiran polos seperti kita dulu, pasti ga akan ada peristiwa bom di masjid dan di gereja ya Dit? hmpftt..


Surat ini juga bentuk prihatin aku sama keadaan toleransi beragama di Indonesia. Kegiatan beribadah jadi terganggu akibat ulah segelintir oknum yang mengatasnamakan agama lain. Kita sebagai umat yang masih merasa normal pilih damai aja ya Dit?hehe..


Well di akhir surat, sampaikan salam kenalku buat pacar yaa.. Ayo disegerakan menerima sakramen perkawinannya! (Jadi inget dulu setiap kali kamu terima sakramen, aku sering ganggu kamu yang sedang berdoa, sambil pasang mimik muka penasaran aku bertanya, "Apa rasanya?" ---sampai sekarang masih penasaran sama sakramen rasa jelly katamu hihi..)


Bagiku mungkin inilah happy ending kita yang sebenarnya, saat di sampingmu ada seseorang yang turut mengamini doamu di gereja dan di depanku ada seseorang yang mengimami sholatku di masjid. Indah ya? :")


Doaku, semoga kamu bahagia selalu. :')



-dari sahabat kecilmu-


Published with Blogger-droid v2.0.4
0

Surat untuk Setan Genit

Dear Mbak Susi,


(Susi, bukan nama sebenarnya. Maklum mbak Susi sang pemilik rumah pohon di depan rumahku ini tergolong pemalu, dia juga takut tenar kayak poconggg nanti kalau aku sebut nama aslinya hehe)


Heihoo hallo mbak..

(Pasti lagi baca surat ini sambil ngemil melati ya?! pantes melati di rumahku ga pernah kembang. Hih!)


Semalam kemana mbak? Pulang kantor aku nungguin mbak di bawah pohon. Agak lama nunggu di situ sambil nunggu Pak Bokir tukang sate langganan kita, tapi ga ada tanda-tanda ketawanya mbak dari atas. Hmm..pasti lagi ganjen ni, lagi mangkal ya? Hayo ngaku! Dasar setan genit! :p


Ga ada yang penting sih cuma pengen ngobrol aja, tapi kalau ngobrolnya pagi sebelum aku berangkat kantor pasti Mbak Susi belum bangun juga. Huuu setan ko males. *sukur kena aku katain dua kali week :p


Ya udah deh jadi aja aku iseng tulis surat ini buat Mbak. Itu lho mbak kemarin di twitter, sempat ramai polling tempat gathering proyek #30HariMenulisSuratCinta.


Sepertinya sih di Bandung lagi tapi masa di Bandung terus, Yogya kek sekali-kali. Ya ga mbak? Kenapa ko bengong? Pasti bingung ya aku bahas apaan haduuhh makanya bikin akun twitter kayak poconggg. Setan ko kuper toh mbak-mbak hmppff.. *hahaha udah 3x aja kena aku ledekin.. :p


Yaaa.. intinya gitu lah mbak, kalau nanti para tukang pos khilaf trus gatheringnya jadi di Yogya aku mau bujuk mereka nginep di rumah hehe.. Tapi ya itu, mbak Susi puasa ketawa dulu kalau malem. Jangan ngikik "ihihihihi.." dulu ya mbak. Terus bagusnya lagi Mbak Susi ke salon gih potong rambut, bikin poni kek! Rambut nutupin muka gitu, setan ko so last year banget model rambutnya. *apa? apa? apa? mau protes aku ledekin terus? hahah.. x))


Sama satu lagi, besok itu tukang posnya kan cantik-cantik sama ganteng-ganteng hmm..unyu-unyu lah pokoknya. Mbak Susi dilarang ganjen ya! Mbak kan suka gitu kalau naksir sama tamu-tamu di rumahku suka usil. Yang dipindahin sepatunya lah, yang dibikin mogok motornya lah, adaaa aja capernya. Heran. -____-"


Besok kalau lagi apes trus mbak salah ngumpetin fixie, bisa-bisa mbak ditembak sama pembunuh bayaran lho.. Kalau mau sih sangkutin aja fixie kuning di atas pohon mbak, si tuan itu cinta pohon ko orangnya. Pohon aja dipeluk sama diajak ngobrol. Yaa..siapa tahu mbak Susi kena tembak juga sama si tuan fixie kuning hahaha.. :))


Udah ah aku buru-buru mau berangkat kantor. Bantuin doa ya mbak supaya gatheringnya jadi di Yogya aja. Setan juga boleh berdoa ko.. :p




-dari tetangga depan yang selalu sendiri di rumah-





Published with Blogger-droid v2.0.4

Taman Aksara

Jangan bertanya apakah aku sedang jatuh hati?

Aku sedang tak ingin ditanya, atau lebih tepatnya aku tak tahu apa jawabnya.


Tapi kalau kamu terlalu ingin tahu, baiklah aku mengaku.

Ya, aku sedang jatuh hati pada taman aksaramu.

Walaupun letaknya jauh di langit ke tujuh.

Walaupun sering tak ku jumpai kehadiranmu.


Tak apa aku senang berada dan bermain di sana.

Duduk-duduk sambil menyeduh secangkir teh di bangku tamanmu.

Aku tak tertarik dengan aroma kopimu, tanpa kopi pun aku mampu tak tidur hanya untuk melahap barisan aksaramu.

Tak percaya? Ayo kita beradu membaca hingga pagi tiba.

Itu kalau kamu berani haha..


Sungguh bukan kopi canduku, aksaramu.. Ya, Aksaramu lah canduku. Ribuan bahkan jutaan barisan kata yang bisa ku tangkap, seolah taman ini tak butuh pohon peneduh. Cukuplah aksaramu yang jadi peneduh. Aksaramu rindang, Tuan.


Maaf kalau aku sering bermain sampai lupa waktu. Tertidur di bawah pohon aksaramu. Karena jika berkenan senja nanti aku akan datang.


Bolehkah Tuan? Tunggu aku senja nanti di bangku taman. :)


Published with Blogger-droid v2.0.4
Back to Top