Halaman

1000 Kupu-kupu dari Botol Bir-ku

"Ricoooo..", sapaku bersorak melihat sosok laki-laki yang ku tunggu sudah berdiri di depan pintu apartemenku.


"Hai Ndhis..", sapanya hangat sambil merangkul pundakku. "Ceria banget.. Seru ya liburan di Bali nya?" sambungnya lalu menjatuhkan diri di sofa kesayanganku.


"Iya dong, tentu! Memang kamu yang mukanya kusut terus dari sebelum aku berangkat ke Bali sampai pulang lagi ke Jakarta. Huuu.. belum bisa move on ya mas?", godaku pada lelaki berkumis tipis di hadapanku ini.


"Yee sok tau.. ledek aja terus! Mana oleh-oleh buatku?", gerutunya sambil melemparkan bantal sofa kearahku.


"Hahahaha.. jelek lu.. wait yaa.", aku buru-buru masuk ke kamar mengambil oleh-oleh khusus untuknya. "Taraaaaaaa..", tak lama aku berlari heboh menuju ruang keluarga sambil memamerkan sebotol Wine.


"Yeaaahh asiiikk! Satu doang?", tanya Rico sambil senyum berbinar bangun dari posisi tidurnya.


"Yee dasar dewa mabok.. Masih ada noh di dalem, dibuka aja belum udah nanyain stock yang lain haha..", ucapku sambil menoyor pelan kepalanya.


"hihihi.. nge-bir kita!!", soraknya sambil merebut sebotol wine dari tanganku.


"Tuh obat nyeri. Baikkan aku?", ucapku menggoda.


"Nyeri apaan sih?", tanyanya belaga pilon.


"Itu postingan kamu yang terakhir 'Seribu Kupu-kupu di Kotak Surat' --mu haduuh aku yang baca aja nyeri apalagi kamu yang nulis.", ucapku sambil menepuk-nepuk pelan punggung Rico.


"Wah kamu baca?? hehehe..", ucapnya sedikit tersipu, malu.


"Gimana aku ga mau baca coba kalau link nya kamu posting di twitter?! Hih!", kataku gemas. "Move on sih..", tambahku dengan nada ringan.


"Enteng banget ngomongnya.", desis Rico pelan.


"hehehe dicoba makanya..", nasehatku sambil menyodorkan gelas bening, meminta bagian wine yang sedang dituangnya.


"iya iyaaa ini juga udah mulai mau ngelupain.", sambil meneguk wine ditangannya.


Entah sudah berapa gelas yang ia teguk aku tidak terlalu memperhatikan. Yang jelas aku sedang berhadapan dengan sesosok pria yang sedang kacau hatinya. Seakan berantakan diacak-acak kenangan. Aku mengalihkan perhatiannya, bercerita segala hal yang terjadi selama liburanku di Bali. Rico sahabatku, sosok yang selalu ada untukku dibeberapa tahun terakhir. Sosok yang selalu membantuku berdiri saat aku terjatuh. Sosok yang selalu menemani, saat aku sedang merasa sendiri di bumi.


'Ah Rico, malang sekali dia masih tenggelam di danau kenangan.' bathinku tertegun.


"Oh iya! Aku mau pamer dooong..", ucapku mengagetkan lamunannya.


"Pamer apa?", tanyanya datar.


"Tattoo..", sorakku berbinar nakal.


"Hahaha mana lihat!", tagih Rico mulai menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya. "Wuiiihh..cantiknya!", decak Rico mengagumi goresan dipunggung kiriku.


"Butterfly hihi..aku buatnya habis baca postingan kamu lho..", jelasku sambil membetulkan kerah sabrinaku.


"Ohya? hahaha dodol..keren ko! Bagus-baguss.. sayang kupu-kupunya cuma satu harusnya seribu hihi.. Aku mau juga dong di tattoo..", celotehnya mulai ngawur.


"Yee.. mending satu kupu-kupu istimewa daripada seribu kupu-kupu tapi biasa weekk.. :p Sinii aku tattoin, mau gambar apa?", aku langsung meraih spidol hitam dekat telephone. Senyum usilku menyeringai.


"Gambar aja kotak surat sama seribu kupu-kupu hahahaha..", tawanya meledak, kurasa Rico sudah setengah sadar hihi..


"iyaaa sini mau ditatto di mana?", aku meneguk segelas wine sebelum mulai melukis tubuh Rico. Rico membuka setengah baju yang dikenakannya lalu menunjuk dada kirinya. "bhahahahaha..", aku tak sanggup menahan tawa.


"Yih, kenapa ketawa?", dahi Rico mengkerut lalu memindahkan tubuhnya ke lantai, menyandarkan punggungnya ke kaki sofa yang empuk, sampai posisinya benar-benar nyaman. Aku mengikutinya duduk di lantai. Masih menahan tawa, aku membantunya melepas baju yang dikenakannya.


Aku baru mulai menggambar sebuah kotak pos di dada Rico, setelah ia mematikan rokoknya di asbak.


"Aduuuhh sakiit..", teriak Rico sambil nyengir kesakitan.


"Apaan sih? orang tattoo-in pakai spidol juga! lebay! hahaha..", tawaku sambil menoyor kepalanya.


"Hehehehe.. Gendhis..",


"Hmmmm..", jawabku sambil serius menggambar.


"Gimana dulu caranya kamu bisa move-on?"


Sejenak mataku beralih menatapnya kemudian kembali menggambari tubuhnya. "Mungkin, mencoba ga peduli..", jawabku sekenanya.


"Ndhis..", jemari Rico mengangkat daguku yang nyaris menempel di dadanya.


"Hmmp apa?", kali ini kita bertatapan lebih lama.


"Berhasil?"


"So far.. Ya, berhasil." aku menegakkan tubuhku, masih di dekatnya dan mataku masih menatapnya. "Mungkin berhasilnya juga karena ada kamu. Iya, mungkin. Kita tertawa, kita bercanda sampai ga ada jeda lagi buat aku mikirin dia yang lalu.", jelasku.


Kami terdiam sejenak. Aku melanjutkan menggambar setelah meneguk wine yang nyaris habis.


"Ndhiiss..",


"hmmmpp apa lagi?", jawabku agak kesal karena pertanyaannya konsentrasiku menggambar terganggu. Rico mengangkat pelan kembali daguku. Aku menatapnya, dia tampak lebih mirip orang sakit. Sesakit orang yang sedang ditinggalkan. Rico menegakkan tubuhnya, menyandarkan keningnya di keningku. Aku pun beku, tak bergerak.


"Ndhis, kamu mau ga nemenin aku ketawa?", tanyanya lirih. Aku hanya mengangguk pelan tak mampu berucap.


"Ndhis, aku butuh kamu ada..", Rico mengakhiri ucapannya dengan kecupan. Kecupan yang kurasa lebih hangat dari pelukannya.


'Kita sedang mabuk. Ya, pasti kita sedang mabuk..' bathinku masih tak percaya.


"Belum ada seribu kupu-kupunya.", aku mecoba melepaskan bibirku dari candu yang ku buat sendiri.


"Ga apa, ga usah dilanjutin." dia lalu memperhatikan gambar 'tattoo' buatanku sambil meringis geli.


"Oke wait! aku punya seribu kupu-kupu lain sebagai gantinya.." ucapku lalu bergegas masuk ke kamar. Rico kembali menyandarkan punggungnya dan meletakkan kepalanya di sofa


"Lihat aku punya seribu kupu-kupu di dalam botol ini.", seruku girang memamerkan sebotol wine (lagi). Terdengar suara tawa Rico terkekeh.


"Mana kupu-kupunya?", cibir Rico setelah aku duduk di sampingnya.


"Sebentar..", lalu ku kocok-kocok botol wine yang di tanganku. "Nih buka!", ku serahkan botol wine pada Rico untuk dibuka.


'Crasshhhhh..' suara desing buih alkohol berhambur ke udara. Membasahi wajahku dan wajahnya. Suara gelak tawa kita memenuhi setiap rongga udara ruang keluarga.


'Ya, pasti kita sedang mabuk.' bathinku sadar, lagi-lagi mencumbu candu yang ku buat sendiri.


Entah Bir.. atau bibir Rico yang membuatku mabuk. Seperti tak peduli, aku bahagia begini.


***


"Pagii.. Teh panas?", aku menyodorkan secangkir teh manis panas, untuk lelaki yang baru saja terbangun dari tidurnya.


"Kopi?"


"Habis."


"Bohong." gerutunya cemberut.


"Memang week.. :p Mau sampai kapan kamu mencari yang pahit? sedang yang manis sudah tersaji dihadapan.", celotehku beranjak ke pergi ke dapur.


Rico pergi mencuci wajahnya yang berantakan sisa tertawa semalam. "Manis?? maksudnya gula? maksudnya kamu? Gendhis..", guraunya mencandaiku pagi ini. (Gendhis, namaku dalam bahasa jawa berarti gula)


"Aku mabuk ya semalam??", tanyanya lalu meletakkan cangkir yang telah tandas di tempat cuci piring.


"Ya begitulah kira-kira..", jawabku datar.


"Hehehe.. maaf ya..", ucapnya terkekeh lalu beranjak memakai jaket kesayangannya.


"Mau kemana?"


"Cari udara..", jawabnya datar.


"Sendiri?"


"Sebaiknya begitu hehe..",


"Baiklah jangan balik lagi yaa..", kataku lalu berbalik memunggunginya, membenahi cangkir-cangkir yang kotor.


"Bener aku ga boleh balik?", bisiknya tepat di telingaku. Rico tengah memelukku sekarang, memelukku dari belakang. Ku kira dia lupa sudah mengecupku semalam. Ku kira dia benar-benar mabuk semalam.


"Iya, jangan kembali lagi kesini, kalau kamu belum bisa memindahkan seribu kupu-kupu dari kotak suratmu ke dalam botol birku.", ucapku bergetar.


Rico membalikkan tubuhku ke hadapannya. Tak ada jarak diantara tubuhku dengan tubuhnya. Kami berhadapan dan dia masih memelukku. Rico kembali menyentuhkan keningnya ke keningku.


"Mungkin aku sanggup memindahkan seribu kupu-kupu, tapi ternyata aku hanya butuh satu. Kupu-kupu istimewaku.", bisiknya mendaratkan satu kecup di keningku. Tak ada cermin di hadapanku, tapi cukuplah aku tahu pipiku telah panas dibuatnya. Lebih merah dari pipi tomat kurasa.


Ya, kurasa jatuh hati lebih memabukkan daripada meminum berbotol-botol bir. :')



Untuk pemilik tulisan "1000 Kupu-kupu di Kotak Surat" ~ terimakasih telah berbagi inspirasi, semoga lekas move on. :')


Yogyakarta, 07 Februari 2012, 14:35


~perempuanhujan~


Published with Blogger-droid v2.0.4
Back to Top