Halaman

0

Tahun ke Tujuh

“Dibalik kesuksesan pria ada doa wanita yang mengiringi langkahnya.”, Kataku sambil merapikan kerah kemejamu yang terlipat. “Ayo sekarang sebutkan siapa wanitamu?”, tanyaku dengan mata mengerling genit ke arahmu.

“Hmm..”, gumammu sambil sejenak kamu seperti sedang berpikir padahal aku tahu kamu sedang berakting. “Jangan marah tapi yaa.. sebab ada tujuh wanita yang akan ku sebutkan.” Bisiknya menggodaku.

“Siapa saja memang?”, aku gantian berakting cemberut agar kamu menyangka aku benar-benar sedang cemburu hihi..

“Yang pertama adalah Ibuku.”, katanya sambil berkaca. “Yang kedua masih Ibuku dan yang ketiga adalah masih ibuku hehe..”, katamu mulai senang membuatku penasaran.

“Yang ke empat?” tanyaku mulai memasangkan dasi kesayanganmu.

“Yang ke empat dan yang ke limaaa…”, kamu melirikku sepertinya semakin senang pagi-pagi berhasil menggodaku. “Si tengah dan si bungsu.. Itu mereka kedua adikku.”, lanjutmu memperhatikanku memasangkan dasi.

“Yang ke enam?”, tanyaku sambil menunggumu melanjutkan ucapan.

“Yang ke enam.. My little angel donk..”, jawabmu langsung ngeloyor menghampiri putri kecil kami yang masih tidur terlelap diperaduan hangatnya.

“Pelan-pelan sayang nanti little angel nya bangun.”, kataku mengingatkannya yang mulai gemas menciumi malaikat kecil kami.

“Yang ke tujuh.. bolehkah aku tidak menyebutnya?? Aku hanya ingin memeluknya.”, ucapmu sambil mendekapku yang sedang berkaca. “Terimakasih untuk semua.”, bisikmu menatapku melalui pantulan cermin dihadapan kami, tatapan yang lebih hangat dari matahari di pagi itu.

“Hey tidakkah kamu bosan setiap hari bertanya hal yang sama, hal siapa saja ke tujuh wanita itu selama hmm.hampir tujuh tahun pernikahan kita?”,tanyamu masih mendekapku.

“Adakah kamu bosan mendengar dan menjawabnya?”, aku balik bertanya.

“Engga.. Dengan senang hati akanku jawab.” Katamu sambil menggelengkan kepala. “Adakah kamu takut kalau nanti jawabku tak lagi sama?”, tanyamu lagi.

“Ya..”, kali ini aku membalikkan badan,sekarang kami berhadapan dan sebentar aku menatapmu dalam. “Tapi aku lebih takut kamu hancur sebab 3hal : harta, tahta dan wanita.”, kataku lalu mematikan siaran televisi yang menyiarkan infotaiment pagi.

Berita seorang tokoh ulama ternama yang nama baiknya hancur dalam sekejap karena telah melakukan perselingkuhan. Kamu tersenyum seperti memahami maksud perkataanku.

“Dengarkan, Hartaku adalah kamu dan kedua anakku, Tahta tertinggiku adalah sebagai seorang Ayah untuk kedua anakku, dan wanitaku adalah kamu istriku.”, katamu melingkarkan pelukkan dipinggangku.

“Selagi kamu mendoakanku disetiap pagiku, insyaallah benar langkahku.”, bisikmu lalu mencium keningku.

“Bapaakkk.. Ayo berangkat nanti kakak terlambat..”, jagoan kecil kami tiba-tiba muncul sudah lengkap berseragam rapi.

“Okay Siap Kapten!”, jawabmu menularkan semangat. “Ayo pamit Ibu sama disayang dulu adeknya. Kita berangkat ya bu..”, pamitmu sekali lagi mencium keningku.

* * *

“Hey Sayang, kenapa dasi ini yang kamu pilihkan untukku??”, tanyamu melalui telefon genggammu, ketika baru tersadar bahwa aku mengenakan dasi pemberianku.

“Sebab hari ini adalah pagi di Tahun Ke Tujuh aku memasangkan dasi untukmu.”, jawabku lembut tersipu.

“Astagfirullah gimana aku bisa lupa??”, katamu setengah menyesal.

“Sebab kamu terlalu sering memikirkan aku hahaha..”, godaku.

“Hahaha kalau gitu sampai bertemu lagi dirumah. Sampai bertemu lagi nanti malam. Malam di Tahun ke Tujuh ketika akuu..”, kamu balas menggoda.

“Selamat bekerja anak nakal hihihi..” aku masih tertawa geli menutup telfon darimu.

Pagi ini sambil menggendong putri kecilku yang sudah terbangun, aku mengucap syukur atas segala karunia dan nikmat yang telah kami terima. Sambil berdoa aku terus berharap semoga tidak hanya di Tahun Ke Tujuh saja hangat ini terasa, semoga tahun-tahun berikutnya akan selalu sama.

Yogyakarta dihunian baru, Wirobrajan.

08.10.2010 / 21:38

#Untuk tahun ke tujuhku kelak J

Back to Top